KULIAH WAHIDIYAH, bimbingan praktis Hadhrotul Mukarrom Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf Mu’allif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra.
BAB I – PENDAHULUAN
HAL MENJERNIHKAN HATI
Alloh SWT Tuhan Maha Pencipta dan Maha Pengatur, menciptakan manusia dengan memberinya dua macam kekuatan. Yaitu kekuatan jasmani dan kekuatan rohani, atau kemampuan yang bersifat lahiriyah dan kemampuan yang bersifat batiniyah. Manusia terdiri dari dua macam badan, badan jasmani atau badan wadag dan badan rohani atau roh atau jiwa.
Dan masing-masing badan itu oleh Alloh SWT, diberikan kekuatan atau kemampuan yang berbeda-beda sifat dan dayanya. Hanya manusia yang diberi dua macam kekuatan seperti itu. Makhluq-makhluq selain manusia, baik itu golongan malaikat ataupun bangsa Jin, dan makhluq jenis halus lainnya lebih-lebih makhluk jenis kasar, tidak diberi dua macam kekuatan seperti yang diberikan kepada manusia. Bangsa Jin mungkin memiliki dua kekuatan seperti itu, akan tetapi terbatas, tidak seluas yang dimiliki oleh manusia. Buktinya yaitu bahwa Nabi Sulaiman As. pernah merajai manusia dan sekaligus bangsa Jin, dan makhluq-makhluq lain.
Sedangkan belum pernah kita mendengar ada bangsa Jin yang membawahi manusia. Malaikat dalam beberapa hal, menempati tingkatan yang lebih tinggi dari pada manusia, akan tetapi terbatas. Terbatas mengerjakan tugas-tugas tertentu. Ada yang membaca tasbih saja, ada yang bertakbir saja, ada yang hanya bertahmid saja, ada yang terus-menerus membaca sholawat kepada Nabi SAW saja, ada yang terus-menerus ruku’, ada yang tiada henti-henti sujud dan sebagainya. Bahkan banyak tugas-tugas yang dijalankan oleh para malaikat justru diperuntukkan bagi umat manusia.
Bahkan lebih lagi dari pada itu. Segala apa yang di langit dan di bumi ini oleh Alloh SWT dibikin tunduk kepada manusia, diperuntukkan bagi umat manusia, supaya sebaik-baiknya dimanfaatkan bagi kepentingan hidupnya di dunia dan di akhirat. Firman-Nya :
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَافِي السَمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً (31 – لقمان – 20)
“Tidakkah kamu perhatikan, sesungguhnya Alloh telah menundukkan untuk (kepentingan)-mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin” (31 – Luqman : 20).
Demikian kasih sayang Alloh SWT kepada manusia, hamba-Nya. Ini perlu kita renungkan sebagai pendahuluan pembahasan masalah menjernihkan hati, dan agar supaya kita menyadari, tempat kedudukan kita sebagai manusia di antara makhluq-makhluq lain ciptaan Tuhan. Sehingga kita dapat terus menerus senantiasa meningkatkan syukur terima kasih kita kepada-Nya.
Kedua kekuatan, kekuatan lahir dan kekuatan batin yang dimiliki oleh manusia itu tadi, tidak lain agar supaya dipergunakan untuk mendatangkan sebesar-besarnya manfaat guna memperoleh dan membina hidup selamat sejahtera dan bahagia material dan spiritual, lahir dan batin di dunia dan akhiratnya kelak. Dan sebagai insan sosial, kekuatan lahir dan kekuatan batin manusia merupakan perangkat pemberian Tuhan baginya, untuk mengemban tugas sebagai “Kholifah” atau “Wakil” Alloh SWT di bumi. Tugas mulia yang dipercayakan Alloh SWT, kepada manusia untuk mengatur kehidupan di dunia menurut konsepsi yang digariskan Alloh SWT. Sebagaimana Firman-Nya di dalam al Qur’an :
وَإِذْقَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيْفَةً (2-البقرة –30)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat; “Sesungguhnya Aku berhak menjadikan seorang kholifah di muka bumi ” (2 – al-Baqoroh : 30).
Kekuatan lahiriyah, seperti kita maklumi adalah daya kemampuan yang kelihatan mata lahir atau yang dapat diperhitungkan oleh akal fikiran atau rasio. Akal fikiran atau rasio itu sendiripun tergolong kekuatan lahir. Betapapun besarnya kemampuan lahiriyah manusia, akan tetapi masih terbatas sekali apabila dibandingkan dengan kemampuan batin atau kemampuan jiwa manusia. Kekuatan lahir hanya bisa berhubungan dengan alam lahir, alam nyata. Sedangkan kekuatan jiwa manusia dapat menembus alam ghoib, dapat menjelajahi alam metafisika, bahkan dapat mengadakan komunikasi dengan alam luar manusia, dengan alam Jin dan alam malaikat, bahkan beraudensi dengan Tuhan Pencipta Seluruh Alam.
Pusat segala kegiatan manusia, baik kegiatan jasmani maupun kegiatan rohani terletak di dalam hatinya. Hati merupakan “Pusat Komando” dari segala macam gerak dan laku manusia. Bahkan di samping sebagai Pusat Komando, sekaligus merupakan “Motor Penggerak” yang menggerakkan segala perilaku dan perbuatan manusia. Perbuatan yang baik maupun perbuatan jahat, perbuatan yang menguntungkan ataupun perbuatan yang merugikan, semuanya itu dikomando dan digerakkan oleh hati.
Di dalam hati manusia, sama-sama bermarkas dua macam “Dewan” yang berlainan pengaruh dan arahnya satu sama lain. Bahkan saling bertolak belakang dan saling berlawanan. Yang satu “Dewan Perancang Kebaikan”, dan satu lagi “Dewan Perancang Kejahatan”. Siapa diantara dua hewan itu yang dominan (berkuasa) di dalam hati, dialah yang memegang komando segala gerak dan perbuatan, atau tindakan manusia. Adapun faktor fikiran, sekalipun dipenuhi dengan berbagai macam perbendaharaan ilmu pengetahuan dan hikmah kebijaksanaan, namun fungsinya hanya sebagai “Dewan Pertimbangan”, dan tidak memegang peranan yang menentukan.
Di dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat atau mendengar, atau mungkin pernah bahkan sering mengalami sendiri, bahwa akal fikiran dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, dapat membedakan antara yang benar dan yang batal, dapat mengerti itu haram ini halal, mengerti itu boleh dikerjakan dan ini tidak, dan sebagainya. Akan tetapi di dalam prakteknya justru sebaliknya. Yang baik ditinggalkan, yang buruk dikerjakan. Yang menguntungkan malah dihindari, yang merugikan justru dimasuki. Yang haram dikejar-kejar, yang halal tidak dihiraukan. Yang benar tidak diikuti, yang batal dipergauli.
Hal tersebut disebabkan oleh karena yang menguasai hati pada waktu itu adalah “Dewan Perancang Kejahatan”. Ilmu pengetahuan yang berada di dalam otak fikiran manuasia tidak mampu mengendalikannya, tidak mampu mengarahkan sesuatu perbuatan yang sesuai dengan ilmu dan pengertian yang dimilikinya. Jika seorang pencuri ditanya, apakah perbuatan mencuri itu baik ?. Pasti menjawab, tidak baik. Siapapun jika ditanya, apakah perbuatan menipu, korupsi, merugikan atau menyakiti orang lain itu diperbolehkan ?. Semua akan menjawab tidak !. Bahkan semua orang mengerti, bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan tercela dan sangat tercekam. Tetapi mengapa toh terjadi dilakukan oleh sebagian orang, bahkan oleh banyak orang ?. Tidak lain didorong oleh keinginan menuruti nafsu, yang bersarang di dalam hati yang sudah dikuasai oleh “Dewan Perancang Kejahatan” tersebut.
Jelasnya, manusia akan terjerumus kepada kejahatan dan kehancuran, apabila hatinya penuh dengan kotoran-kotoran nafsu yang berkuasa dan memerintah sebagai “Dewan Perancang Kejahatan”. Dan manusia dikatakan baik, baik budinya, baik akhlaqnya, baik perangai dan pekertinya, baik perbuatannya, apabila hatinya dipimpin oleh “Dewan Perancang Kebaikan”, dan bersih dari kotoran-kotoran nafsu. Oleh karena itu, maka hati manusia harus selalu dibersihkan dari kotoran-kotoran, dan dari hama penyakitnya hati dengan menempatkan “Dewan Perancang Kebaikan” sebagai pemimpin yang bijaksana di dalam dirinya.
Betapa tepat dan bijaksananya Rosululloh SAW, telah memberikan peringatan kepada kita dengan sabda-Nya :
إِنَّ فِي الجَسَدِ لَمُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ (رواه البخاري ومسلم عن النعمان بن بشير).
“Sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, menjadi baik pulalah seluruh jasad, dan apabila rusak atau kotor, menjadi rusak pulalah seluruh jasad. Ketahuilah, yaitu hati” (Hadis riwayat Bukhori dan Muslim dari Nu’man bin Basir).
Atas dasar hadits tersebut, maka kemudian para Ulama’ Shufi mangatakan antara lain sebagai berikut :
تَزْكِيَةُ النَفْسِ عَنِ الرَذَائِلِ وَاجِبَةٌ (كفاية الأتقياء)
“Membersihkan jiwa (hati) dari kotoran-kotoran (nafsu) adalah wajib” (kitab Kifayatul Atqiya’).
Wajib di sini, dalam arti harus diusahakan oleh setiap orang dalam rangka upaya mencapai hidup selamat sejahtera dan bahagia lahir batin dunia dan akhirat. “Tazkiyatunnafsi” atau membersihkan hati, maksudnya membebaskan hati dari pengaruh-pengaruh nafsu yang senantiasa berusaha dan bertipu daya untuk menguasai hati manusia. Di dalam kitab suci al-Qur’an diterangkan pernyataan Nabi Yusuf ‘Alaihissalam tentang tekad Beliau yang senantiasa waspada terhadap tipu daya nafsu sebagai berikut :
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُوْءِ (12- يوسف : 53)
“Dan tidaklah aku membiarkan diriku (dikuasai nafsu), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku” (12 – Yusuf : 53).
Membersihkan hati, istilah yang populer sekarang disebut Operasi Mental.
“Operasi Mental” yang dialami oleh Rosululloh SAW. ketika akan menjalani Isro’ Mi’roj merupakan tuntunan nyata yang harus diikuti oleh para umat. Bahkan oleh setiap insan yang hidup di dunia ini. Berkat adanya operasi tersebut, dimana kotoran-kotoran yang terdapat di dalam hati Rosululloh SAW dikeluarkan dan kemudian dimasukkan iman, islam, ihsan, amanah dan kejujuran, maka segala gangguan dan godaan yang dialami dalam perjalanan Isro’ dan Mi’roj, semua dapat diatasi dengan sempurna dan sukses menghadap kehadirat Alloh SWT untuk menerima tugas-tugas yang harus dilaksanakan para umat, antara lain sholat lima waktu dalam sehari semalam.
Bermacam-macam cara telah banyak ditempuh orang / masyarakat dalam melaksanakan operasi mental. Melalui pengajaran dan pendidikan, lewat sistem dakwah dan penerangan- penerangan agama, menggunakan mass media, surat kabar, majalah, radio, TV dan buku-buku, melalui perkumpulan atau organisasi-organisasi sosial dan bermacam-macam bentuk pergaulan hidup lain-lain. Bahkan ada yang menempuhnya dengan riyadhoh-riyadhoh badaniyah dan latihan-latihan kejiwaan. Masing-masing dengan metode dan sistematika yang berbeda-beda.
Secara umum, cara operasi mental seperti tersebut di atas dalam garis besarnya dititik beratkan pada prinsip penanaman pengertian dan ilmu pengetahuan, sehingga diharapkan bisa tumbuh suatu kesadaran. Akan tetapi kenyataan di dalam praktek tidak semudah itu. Pengertian dan ilmu pengetahuan masih belum memberi jaminan akan tercapainya kondisi hati yang bersih dan jernih, bebas dari pengaruh-pengaruh nafsu yang menjadi sarang, yang subur bagi bercokolnya “Dewan Perancang Kejahatan” seperti tersebut di atas.
Mengingat makin hebatnya pengaruh-pengaruh dari berbagai jurusan yang merangsang hati manusia, yakni pengaruh negatif yang menyuburkan tumbuhnya “Dewan Perancang Kejahatan”, maka operasi mental atau membersihkan dan menjernihkan hati, harus secara terus-menerus diusahakan oleh setiap orang. Disamping dengan cara-cara operasi mental seperti di atas, dan yang sudah banyak dijalankan oleh masyarakat selama ini, masih ada satu cara yang belum banyak dilakukan orang, yaitu pendayagunaan kekuatan atau potensi batiniyah dalam bentuk do’a permohonan kepada Alloh SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengatur, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Do’a memohon HIDAYAH, memohon petunjuk dan pertolongan-Nya.
Pendayagunaan potensi batiniyah dalam bentuk do’a permohonan kepada Alloh SWT. Baik yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri atau secara berkelompok (berjama’ah bersama-sama), jika dibandingkan dengan pendayagunaan potensi lahiriyah dalam bentuk bekerja, berkarya dan bentuk-bentuk aktifitas atau kegiatan lahiriyah lainnya adalah masih sangat tidak seimbang. Masih banyak peluang kesempatan dan sisa kekuatan yang belum dimanfaatkan untuk berdo’a memohon kepada Alloh SWT. Padahal seperti disebutkan di muka, kedua kekuatan, kekuatan lahir dan kekuatan batin yang sama-sama anugerah pemberian Tuhan itu harus dimanfaatkan secara harmonis dan seimbang, dengan kebutuhan hidup serta saling isi mengisi. Lebih-lebih jika diingat bahwa HIDAYAH Alloh SWT, adalah mutlak dibutuhkan oleh setiap insan. Tanpa HIDAYAH dan PETUNJUK Alloh SWT, manusia pasti sesat dan terjerumus kepada kehancuran dan kesengsaraan.
Bertambahnya ilmiah atau ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum lainnya, apabila tidak disertai memperoleh HIDAYAH dari Alloh SWT, maka ilmu-ilmu itu tidak akan mampu meletakkan benih yang menumbuhkan kejernihan hati, ketentraman jiwa dan kesehatan mental. Bahkan boleh jadi justru ilmu-ilmu yang tidak diseratai HIDAYAH Alloh SWT itu malah menyuburkan bercokolnya “IMPERIALIS NAFSU”, sebagai “Dewan Perancang Kejahatan” di dalam hati manusia. Sehingga kemudian timbul rasa kebanggaan, rasa diri berilmu, berkemampuan, berkuasa, rasa diri lebih dari orang lain, selanjutnya lalu muncul bendera “ke-Aku-an “, egoisme atau ANANIYAH. Ilmu yang seharusnya menjadi alat penyaring kemurnian dan kemulusan hati yang bersih, dalam prakteknya disalahgunakan menjadi polusi jiwa (pengotoran jiwa) yang lebih keruh tetapi lebih halus, sehingga yang bersangkutan tidak merasa.
Dalam hubungan antara ilmu dan hidayah, Rosululloh SAW, telah memperingatkan kita dengan sabdanya :
مَنْ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا (رواه أبو منصور والديلمي عن جابر)
“Barang siapa bertambah ilmunya dan tidak bertambah hidayahnya, maka tidak menjadi bertambah (dekatnya) melainkan semakin jauh dari Alloh” (Hadits riwayat Abu Mansur dan Dailami dari Jabir).
Orang yang jauh dari Alloh SWT tidak akan mendapat hidayah. Barang siapa yang tidak mendapat hidayah Alloh SWT pasti sesat jalan dan akhirnya sengsara, dan mengalami kehancuran. Maka oleh karena itu, disamping ilmu pengetahuan harus kita pelajari, harus kita tuntut, ilmu pengetahuan apa saja terutama yang ada hubungannya dengan soal-soal membersihkan hati, yang berkaitan dengan masalah operasi mental, untuk memperoleh ketenangan batin dan ketentraman jiwa, tidak boleh diabaikan yaitu usaha memperoleh HIDAYAH Alloh SWT.
Apakah HIDAYAH dari Alloh SWT dapat diperoleh atau diusahakan dengan upaya manusia ?. Jawabnya tegas, dapat !. Firman Alloh SWT dalam Al Qur’an surat nomor 29 Al Ankabut Ayat 69 berbunyi :
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا (29-العنكبوت:69).
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) KAMI, sungguh-sungguh akan KAMI tunjukkan kepada mereka jalan-jalan KAMI”.
Berjihad di sini artinya bersungguh-sungguh atau berusaha dengan sungguh-sungguh. Berusaha mencari keridhoan-Nya, berusaha menuju kepada-Nya untuk memohon Hidayah-Nya. Di dalam Wahidiyah, bersungguh-sungguh memohon kepada Alloh SWT itu disebut “MUJAHADAH”. Tentang hubungan antara HIDAYAH dan MUJAHADAH, Imam Ghozali mengatakan di dalam Kitab Ihya’-nya :
المُجَاهَدَةُ مِفْتَاحُ الهِدَايَةِ لاَمِفْتَاحَ لَهَا سِوَاهَا (إحياء الأوّل : 29).
“Mujahadah adalah kuncinya hidayah, tidak ada kunci untuk memperoleh hidayah selain mujahadah”.
Ada banyak sekali macam dan jenisnya do’a yang dilakukan orang, dengan cara dan bahasa yang berbeda-beda menurut bahasa negara atau bahasa daerah masing-masing, dan mengikuti tuntunan agama atau kepercayaan yang dianut sendiri-sendiri. Rosululloh SAW bersabda :
الدُعَاءُ سِلاَحُ المُؤْمِنِ …الحديث (رواه أبو يعلى والحاكم عن علي)
“Do’a adalah senjatanya orang mukmin” (Hadis riwayat Abu Ya’la dan al-Hakim dari Ali).
Ibarat “senjata”, maka daya keampuhan dan kegunaannya do’a juga berbeda-beda. Antara lain berkaitan dengan pribadi dan kepribadian Pencipta do’a, tujuan dan kepentingan apa do’a itu dicipta, situasi dan kondisi pada waktu do’a itu dicipta, susunan redaksi do’a, kaifiyah (cara pengamalan) dan adab-adab ketika berdo’a dan kondisi batiniyah dan kejiwaan orang yang berdo’a. Misalnya hudhurnya hati, kekhusyu’annya, kemantapan hatinya dan sebagainya.
Di dalam Islam, Rosululloh SAW memberikan tuntunan bermacam-macam do’a. Hampir setiap gerakan ada do’anya. Ada do’a ketika mau makan, selesai makan, ketika berpakaian, do’a di waktu pagi, di waktu sore hari, sa’at akan tidur, ketika bangun tidur, waktu keluar rumah, ketika masuk rumah dan sebagainya. Disamping do’a pada setiap melakukan gerakan seperti itu, masih banyak lagi do’a-do’a untuk sesuatu hajat atau kepentingan. Baik dari tuntunan Rosululloh SAW maupun yang dicipta oleh para Sahabat dan para Ulama’. Namun sayangnya, hanya sedikit sekali dilakukan oleh Umat Islam sendiri.
Para ulama’, terutama Ulama’ Shufi berpendapat bahwa do’a yang paling dekat diijabahi oleh Alloh SWT, istilah Bahasa Jawa paling mandi, adalah Sholawat. Dan pendapat ini sangat cocok dengan kenyataan. Lebih-lebih di zaman akhir ini. Insya Alloh tentang Sholawat kepada Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW ini, akan dibahas dalam bab tersendiri di belakang. Secara umum mengenai faedah dan manfaat do’a sholawat kepada Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW bagi si pembaca sholawat, adalah seperti dikatakan oleh Syekh Hasan al-Adawi di dalam Kitab “Dalailul Khoirot” yang kemudian dibenarkan dan didukung oleh para Ulama’ Shufi lainnya, yaitu sebagai berikut :
إِنَّ الصَلاَةَ عَلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُنَوِّرُ القُلُوْبَ وَتُوْصِلُ إِلَى عَلاَّمِ الغُيُوْبِ (سعادة الدارين :26)
“Sesungguhnya membaca sholawat kepada Nabi SAW itu bisa menerangi hati dan mewushulkan kepada Tuhan Dzat Yang Maha Mengetahui perkara gaib” (Sa’adatud Daaroini hal. 36).
“Menerangi Hati”, hati menjadi padang, jernih dan tentram “mewushulkan” mengantarkan dan menyampaikan kepada tingkat kondisi batiniyah yang sadar kepada Alloh SWT.
Ada banyak sekali macamnya do’a Sholawat. Berpuluh, beratus, beribu-ribu, bahkan berpuluh ribu macamnya. Masing-masing sholawat dikaruniai faedah dan manfaat yang berbeda-beda, manfaat dunia dan manfaat ukhrowi, manfaat lahiriyah dan manfaat batiniyah, manfaat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat moral dan spiritual. Bertalian dengan kebutuhan untuk kejernihan hati, ketenangan batin dan ketentraman jiwa, sudah sewajarnya kita memilih Sholawat yang dikaruniai manfaat dan faedah yang kita butuhkan tersebut.
Alhamdulillah, dengan fadhol Alloh SWT pada kira-kira awal tahun : 1963 M, Alloh SWT melimpahkan karunia taufiq dan hidayah-Nya dengan tersusunnya “SHOLAWAT WAHIDIYAH” dari Pondok Pesantren Kedunglo Desa Bandar Lor Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Propinsi Jawa Timur, yang kemudian oleh Mu’allifnya yakni al-Mukarrom Shohibul Fadliilah, As-Syekh Mbah KH. Abdoel Madjid Ma’roef QS wa RA Pengasuh Pondok Pesantren tersebut diijazahkan (diberikan ijin pengamalan) secara umum dengan ijazah mutlak kepada masyarakat luas tidak pandang dari golongan, aliran, bangsa dan negara manapun juga, serta tidak membatasi tingkatan dan umur berapa saja. Pokoknya tidak pandang bulu, siapa saja tanpa ada syarat-syarat.
Sekali lagi Alhamdulillah, mangamalkan SHOLAWAT WAHIDIYAH dikaruniai faedah berupa kejernihan hati, ketenangan batin dan ketentraman jiwa sehingga menjadi lebih banyak ingat dan sadar kepada Alloh Wa Rosuulihi SAW. Dan disamping kejernihan hati, juga dikaruniai manfaat lainnya berupa antara lain soal kesehatan, soal kerukunan dalam rumah tangga, soal kelancaran usaha dan pekerjaan, soal kecerdasan dan perbaikan akhlaq di kalangan anak-anak dan remaja, dan masih banyak lagi manfaat yang dialami oleh mereka yang sudah mengamalkan Sholawat Wahidiyah tersebut.
Semoga kita termasuk orang-orang yang dikaruniai hati yang jernih, batin yang tenang dan kukuh, jiwa yang tentram dan stabil sehingga berhasil wushul, sadar ma’rifat kepada Alloh Wa Rosulihi Saw. Suatu kondisi batiniyah yang menjadi keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin dunia sampai akhirat yang mendapat ridho Alloh SWT !. Aamiin !
Bersambung ….
BAB II
SHOLAWAT WAHIDIYAH …
Sumber : Kuliah Wahidiyah, Kedunglo Kediri
Posted By : Ahmad Dimyathi S. AG 15 Juni 2020